RENCANA INDUK KAMPUS UNIVERSITAS GADJAH MADA TAHUN 2017 - 2037
BAB III. ARAH KEBIJAKAN
3.1 Kerangka Pikir: Driving the Unpredictable Future
Rencana Induk Kampus (RIK) dengan jangka waktu 20 tahun ini disusun sebagai panduan strategi UGM dalam menghadapi tantangan pada masa kini dan masa depan yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian. RIK ini berisi mandat, arah kebijakan, dan strategi pengembangan yang mencakup Tridharma dan tata kelola. Meskipun pembahasannya cukup menyeluruh, tetapi disadari bahwa situasi masa kini dan masa depan bersifat volatile dan uncertainty sehingga konten RIK sifatnya general (makro) dan sangat longgar (tidak rigid, tidak kaku, dan tidak normatif) sehingga memungkinkan penyelenggara universitas untuk bergerak secara fleksibel, dinamis, kreatif, dan inovatif. RIK ini akan dijabarkan menjadi Rencana Strategis (Renstra), baik di tingkat universitas maupun fakultas, dengan jangka waktu lima tahunan. Hal-hal yang yang lebih mikro, ketat, dan terukur akan tersaji dalam Renstra.
Perlu ditegaskan bahwa RIK disusun dengan orientasi driving the unpredictable future. Orientasi tersebut berangkat dari asumsi bahwa cara terbaik menghadapi masa depan adalah dengan secara serius mempelajari masa depan: mempediksi, mengantisipasi, memitigasi, dan merancang strategi untuk menghadapinya, bahkan turut membentuk masa depan. Sejarah tetap penting, tetapi tak harus dijadikan sebagai juru pandu utama karena justru bisa memperlambat gerak dan menghambat inovasi (radikal) yang memungkinkan dilakukannya lompatan kemajuan. Juru pandu yang baik adalah ‘tantangan baru’ dan ‘imajinasi masa depan’.
Penyelenggara universitas dapat dapat mengimplementasikan RIK secara fleksibel ibarat sedang berjalan di atas bara api (firewalking). Orang yang akan berjalan di atas bara api selalu membutuhkan rencana untuk menentukan arah langkah. Akan tetapi, setelah orang tersebut benar-benar berjalan maka rencana tersebut tak lagi mengikat secara ketat. Langkah-langkah yang diambil tidak linier, tetapi lebih ditentukan oleh situasi yang dihadapinya secara real time. Dia berjalan dengan selalu waspada dan hati-hati, tetapi juga pada waktu yang bersamaan harus dinamis, gesit, dan cepat supaya kaki tidak melepuh terjebak panas. Diharapkan keleluasaan implementasi RIK yang disampaikan secara eksplisit di sini dapat mendukung tumbuhnya kreativitas, inovasi, aneka terobosan, dan cara-cara baru yang dapat menghasilkan lompatan-lompatan kemajuan bagi UGM. Jika sebelum 20 tahun RIK ini sudah tidak lagi relevan dengan situasi yang mengemuka maka RIK dapat diperbarui.
3.2 Prinsip-Prinsip Kebijakan: Agile University Governance
3.2.1 Outcome Oriented, Fleksibel, dan Multiple Helix
UGM berkomitmen mewujudkan agile university governance melalui pengembangan manajemen yang outcome oriented, fleksibel dan multiple helix. UGM mengembangkan manajemen yang berorientasi pada hasil, tujuan, dan dampak, tidak lagi berorientasi pada proses, prosedur, dan aturan main. Implikasinya indikator keberhasilan penyelenggaraan universitas juga menyasar hasil, tujuan, dan dampak. Hal ini didasari bahwa pencapaian hasil, tujuan, dan dampak bisa dilakukan dengan beragam cara dan dengan metode yang tidak dapat diseragamkan atau dibakukan. Formalisasi proses justru akan menghambat performa kerja, kreativitas, dan inovasi. Sejalan dengan prinsip outcome oriented, UGM juga mengembangkan manajemen yang fleksibel, dinamis, lincah, cekatan, serta tidak lagi rigid dan kaku. Organisasi tidak boleh terjebak dalam rutinitas. Sebaliknya, organisasi harus responsif dan adaptif terhadap perubahan. Di sisi lain, untuk memperbesar sumber daya, memperluas jaringan kerja, dan memperkuat kapasitas, UGM harus terus mengembangkan sinergi multiaktor yang kompleks, tidak semata- mata mono, triple, atau penta helix. Peran UGM yang utama adalah sebagai konektor. Untuk itu, ekosistem organisasi UGM harus “ramah mitra”. Dengan cara itu, kuantitas, cakupan, dan kualitas jejaring UGM bisa meningkat termasuk yang paling vital dengan dunia industri.
3.2.2 Pentahapan yang Leap Frogging dengan Cara Smart Shortcuts
UGM berkomitmen untuk mengembangkan diri dengan strategi pengembangan seperti lompatan katak (leap frogging), untuk menghasilkan lompatan kemajuan. UGM tidak lagi menerapkan strategi pengembangan yang liner dan setahap demi setahap (step by step) seperti menaiki anak tangga. Lompatan kemajuan tidak mungkin dihasilkan melalui logika liner dan step by step yang lamban, membutuhkan waktu lama, proses yang panjang, rumit, dan kompleks untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karenanya ada ungkapan kicking away the ladder. Strategi yang relevan adalah leap frogging. Berikut ini adalah beberapa faktor baru yang memungkinkan dilakukannya leap frogging: 1) globalisasi memungkinkan sinergi multiaktor berkembang dalam cakupan yang lebih luas, 2) pesatnya perkembangan teknologi termasuk TIK memungkinkan derasnya arus ilmu pengetahuan, 3) disrupsi di segala bidang menginspirasi dilakukannya cara-cara baru dalam bekerja yang lebih efisien, efektif, produktif, dan dapat mencapai tujuan lebih cepat. Universitas bisa tumbuh pesat laiknya perkembangan start up menjadi unicorn bahkan decacorn yang bisa kita jumpai di banyak negara. Universitas juga bisa tumbuh laiknya negara China yang menjadi adidaya dalam kurun waktu yang relative singkat. Pertumbuhan cepat tersebut dimungkinkan karena logika pengembangan diri yang leap frogging. Untuk itulah UGM juga harus menggunakan logika yang sama.
Leap frogging dapat dilakukan dengan dibarengi strategi smart shortcuts, yakni kecerdasan mengambil jalan pintas, membuat terobosan, inovasi, yang membuat hal-hal sukar, rumit, kompleks, lama, dan mahal menjadi mudah, sederhana, cepat, dan murah. Asumsi dasarnya yaitu tidak mungkin memperoleh hasil yang berbeda dengan cara yang sama atau konvensional (business as usual). Oleh karenanya keberanian untuk berubah, kebranian untuk berbeda, dan keberanian untuk menjadi trend setter harus terus dikembangkan. Hanya dengan cara-cara itu kita bisa memperoleh pertumbuhan pesat bahkan menjadi yang terdepan dan menang. Ke depan segenap aktivitas UGM harus dikerjakan dengan perpaduan strategi leap frogging dan smart shortcuts.
3.2.3 Lima Prinsip Otonomi: Akuntabilitas, Transparansi, Nirlaba, Penjaminan mutu, dan Efisiensi-Efektifitas
UGM berkomitmen untuk mengembangkan diri dengan berpegang pada lima prinsip otonomi, yaitu akuntabilitas, transparansi, nirlaba, penjaminan mutu, dan efisiensi- efektivitas. Akuntabilitas adalah komitmen dan kemampuan untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan UGM kepada semua pemangku kepentingan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Transparansi adalah keterbukaan dan kemampuan menyajikan informasi yang relevan secara tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, nirlaba adalah komitmen untuk menjalankan aktivitas dengan orientasi bukan untuk mencari laba. Dengan demikian, seluruh sisa hasil usaha harus digunakan kembali ke UGM untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu akademik sebagai core pendidikan tinggi, sedangkan penjaminan mutu adalah kegiatan sistemik untuk memberikan layanan yang memenuhi atau melampaui standar yang ditetapkan secara berkelanjutan. Efisiensi dan efektivitas menekankan bahwa setiap aktivitas harus dilaksanakan secara tepat sumber daya, tepat guna, dan tepat sasaran.
3.2.4 Social Justice, Equality, Inclusivity, Sustainability
UGM berkomitmen untuk memperjuangkan prinsip-prinsip universal, yaitu keadilan sosial, kesetaraan, inklusivisme, dan keberlanjutan di semua aspek kebijakan penyelenggaraan universitas, baik terkait Tridharma maupun tata kelola. Keempat prinsip tersebut saling terkait dan menunjang satu sama lain. UGM memperjuangkan kesetaraan bagi semua orang melalui penghapusan diskriminasi berbasis ras, suku, etnis, jenis kelamin, status perkawinan, disabilitas, usia, agama, latar belakang sosial, afiliasi politik, kelompok minoritas, dan kelompok rentan demi tercapainya keadilan sosial. Dengan kesadaran masyarakat Indonesia dan dunia yang multikultural atau beragam, UGM memperjuangkan inklusivitas melalui pengembangan nilai-nilai saling menghargai, menghormati, rukun, dan toleran antarsesama demi keberlangsungan perdamaian. Menggunakan kerangka pikir ekosentrisme, UGM juga memperjuangkan keselarasan dan keseimbangan manusia dengan alam demi keberlanjutan hidup ke depan.
3.3 Arah Kebijakan: Academic Leads, The Rest Support
Core business UGM adalah akademik. Oleh karena itu, kebijakan akademik yang dijabarkan menjadi Tridharma juga menjadi core policy UGM. Bidang-bidang yang lain sifatnya sebagai pendukung. Tridharma terdiri atas pendidikan, penelitian, dan pengabdian. Ketiganya diposisikan secara setara dan diimplementasikan secara integratif (elaborasi 4.1.). Agar pengembangan akademik berjalan optimal maka dibutuhkan ekosistem pendukung yang kuat, efektif, kondusif, dan produktif. Sistem pendukung itu meliputi tata kelola dan atmosfer. Tata kelola terdiri dari enam komponen vital, yaitu sumber daya manusia (SDM), organisasi, infrastruktur, keuangan, teknologi, kerja sama, dan pengembangan usaha. Dalam menyelenggarakan core business, UGM harus senantiasa memperhatikan lima jati dirinya, yakni UGM sebagai Universitas Pancasila, Universitas Nasional, Universitas Kerakyatan, Universitas Perjuangan, dan Universitas Pusat Kebudayan (elaborasi strategi pengembangan ekosistem pendukung tersaji pada Bab 5).